Rabu, 18 Desember 2013

laporan praktikum uji formalin dan boraks pada bakso

Diposting oleh Rachmita Dewi di 05.23
I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relative murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatnya konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.
Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek bahan pangan yang memberikan cita rasa yang enak, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal yang dimana bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi, baik dalam hal cita rasa maupun komposisi penyusun dari makanan itu sendiri.
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berupa positif maupun negative bagi masyarakat. Penyimpanan dan penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa.
Saat ini, bahan tambahan pangan sulit untuk kita hindari karena kerap terdapat dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari, khususnya makanan olahan. Apalagi penggunaan bahan tambahan makanan yang melebihi batas maksimum penggunaan dan bahan tambahan kimia yang dilarang penggunaannya (berbahaya) yang kerap menjadi isu hangat di masyarakat. Sama halnya seperti bahan pengawet lainnya, bahan tambahan pangan seperti formalin dan boraks merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam makanan namun keberadaannya di sekitar kita sudah tidak dapat dihindari karena begitu banyaknya produsen yang dengan sengaja menggunakan formalin dan boraks dalam mengolah produksi pangan misalnya seperti produk olahan daging yakni bakso maupun siomay, guna tujuan tertentu tanpa memperdulikan dampak yang akan ditimbulkan.

B.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :
a.       Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi kandungan formalin dan boraks yang ada pada bakso.
b.      Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi kandungan formalin dan boraks yang ada pada siomay.
Manfaat diadakannya praktikum ini adalah memberikan informasi tentang kandungan formalin dan boraks yang ada pada olahan produk ternak yaitu bakso dan siomay.
 
II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.    Bakso
Bakso adalah suatu makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari tepung dan daging. Untuk menambah selera dan rasa, biasanya makanan ini disajikan dengan tambahan kuah dan mie(Anonimous, 2012).
Bakso mengandung energi sebesar 190 kilokalori, protein 10,3 gram, karbohidrat 23,1 gram, lemak 6,3 gram, kalsium 35 miligram, fosfor 0 miligram, dan zat besi 6,75 miligram.  Selain itu di dalam Bakso juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 4 miligram.  Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 250 gram Bakso, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %(Keju, 2012)

B.     Siomay
Siomai atau siomay adalah salah satu jenis dim sum. Dalam bahasa Mandarin, makanan ini disebut shaomai, sementara dalam bahasa Kanton disebut siu maai(Wikipedia, 2012)
Siomay adalah makanan dengan siraman bumbu kacang yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.  Siomay mengandung energi sebesar 162 kilokalori, protein 7,5 gram, karbohidrat 24,4 gram, lemak 3,8 gram, kalsium 3,56 miligram, fosfor 0 miligram, dan zat besi 2,41 miligram.  Selain itu di dalam Siomay juga terkandung vitamin A sebanyak 0 IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 0 miligram.  Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 170 gram Siomay, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 % (Keju,2012).

C.    Boraks
Bahan kimia berbahaya lain yang sering digunakan pada produk olahan pangan adalah boraks. Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O serta asam borat yang tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan dalam industri nonpangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu, dan produk antiseptik toilet (Didinkaem, 2007). Di industri farmasi, boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan industri tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997).
Asam boraks merupakan asam lemah dengan garam alkalinya  bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis. Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994).
Meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).
Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakan menghsilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks(Yellashakti, 2008).

D.    Formalin
Formaldehid (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada suhu diatas 20°C (Ditjen POM, 1979). Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya.  Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan (Yuliarti, 2007).
Uap formalin sangat iritatif, dapat menyebabkan rasa yang menyengat dan rasa menusuk dalam hidung dan menyebabkan keluarnya air mata. Formalin sangat cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan juga paru-paru. Formalin yang masuk melalui saluran pernafasan menyebabkan bronkitis, pneumonitis, kerusakan ginjal, dan penekanan susunan saraf pusat (Groliman, 1962).
Efek formalin jika tertelan menyebabkan gangguan pencernaan, asidosis yang kuat, karena formalin dalam tubuh mengalami metabolisme menjadi asam formiat, karbondioksida, metanol, dan dalam bentuk metabolit HO-CH2 alkilasi (Theines dan Halley, 1955). Formalin juga dapat menyebabkan sakit perut, mual, muntah, diare, bahkan kematian jika dikonsumsi pada jumlah yang melewati ambang batas aman (Gazette, 2003).
            Efek jangka pendek dari mengkonsumsi formalin antara lain terjadinya iritas pada saluran pernafasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakar pada tenggorokan. Efek jangka panjangnya adalah terjadinya kerusakan organ penting seperti hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal (Lee, et all 1978).
            Batas normal tubuh dapat menetralisir formalin dalam tubuh melalui konsumsi makanan adalah 1,5 sampai 14 mg setiap harinya. Mengkonsumsi secara terus menerus dan dalam skala cukup tinggi dapat menyebabkan mutasi genetik yang berakibat pada meningkatnya kemungkinan terkena kanker (Anonim, 2006). The United States Environmental Protection Agency (USEPA) yang merupakan salah satu badan perlindungan makanan dunia menetapkan nilai ADI (Acceptable Daily Intake) formalin sebesar 0,2 mg/kg berat badan.



III.             METODOLOGI PENELITIAN
A.    Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19 April 2013 pukul 10.00-10.30 WITA di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo, Kendari.

B.     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.  Alat dan Kegunaan yang digunakan pada praktikum uji formalin dan uji boraks pada bakso dan somay
No.
Alat
Kegunaan
1.
Pipet Tetes
Untuk memindahkan sejumlah cairan.
2.
Wadah Plastik
Untuk menyimpan larutan dalam praktikum ini larutan formalin
3.
Labu Takar
Untuk mendapatkan larutan zat tertentu yg nantinya hanya digunakan dlm ukuran yg terbatas hanya sbg sampel dgn menggunakan pipet.
4.
Cawan Porselen
Untuk meletakkan objek yang akan di amati
5.
Cutter/pisau iris
Untuk mengiris objek yang akan diamati
6.
Korek Api
Untuk membakar saat uji boraks

Bahan yang digunakan pada Praktikum Uji Formalin dan Boraks yang Terkandung pada Bakso dan Somay dapat dilihat pada Tabel 2.
No.
Bahan
Kegunaan
1.
Bakso
Sebagai objek yang akan diamati
2.
Siomay
Sebagai objek yang akan diamati
3.
Larutan Formaldehid
Sebagai larutan untuk menguji kadungan formalin pada makanan
4.
Larutan KMNO4
Sebagai larutan untuk menguji kadungan formalin pada makanan
5.
Larutan Etanol
Sebagai larutan untuk menguji kadungan boraks pada makanan


C.    Prosedur Kerja
1. Uji formalin pada bakso dan somay
1. Mengambil larutan formalin yang ada pada wadah plastic dengan menggunakan pipet tetes
2. Meneteskan larutan formalin tersebut pada bakso/somay yang ada di cawan porselen
3.  Menunggu beberapa saat sambil mengamati perubahan yang terjadi baik perubahan pada bakso/somay maupun pada larutan tersebut
4. Mencatat hasil pengamatan berdasarkan pengamatan yang dilakukan
2. Uji boraks pada bakso dan somay
1. Mengambil larutan etanol yang ada pada labu takar dengan menggunakan pipet tetes
2. Meneteskan larutan tersebut pada bakso/somay yang ada di cawan porselen
3.  Bakso/somay yang telah diberikan larutan etanol di bakar menggunakan korek api
4.  Menunggu beberapa saat sambil mengamati perubahan yang terjadi, baik perubahan pada bakso/somay maupun api yang membakar bakso tersebut
5.  Mencatat hasil pengamatan berdasarkan pengamatan yang dilakukan




IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Uji Formalin pada Bakso dan Siomay
Hasil dari praktikum uji formalin pada bakso dan siomay dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji formalin pada bakso dan siomay
No.
Sampel
Perlakuan Uji
Reaksi
Hasil
1.
Bakso
Ditambahkan larutan formaldehid
Terjadi perubahan warna dari larutan formaldehid, yang sebelmunya berwarna ungu setelah beberapa saat berubah menjadi bening.
+
2.
Siomay
Ditambahkan larutan formaldehid
Terjadi perubahan warna dari larutan formaldehid, yang sebelmunya berwarna ungu setelah beberapa saat berubah menjadi bening.
+
Keterangan : + = positif mengandung formalin

Pada uji formalin sampel  Bakso dan Somay dinyatakan positif atau mengandung formalin karena melalui identifikasi formalin dengan cara memberi larutan formalin pada sampel bakso atau siomay, yang sebelumnya larutan formalin berwarna ungu setelah beberapa saat dilakukan tindakan tersebut larutan tersebut berubah menjadi bening hal tersebut menunjukkan bahwa bakso dan siomay tersebut mengandung formalin. Satyasembiring (2007) mengemukakan bahwa Adanya formalin atau tidak dalam makanan bisa dengan tes kalium permanganate (KMnO4, kadang disebut PK, singkatan Permanganas Kalikus, warna serbuk ungu metalik kehitaman dapat dibeli diapotik). Uji ini cukup sederhana. Dengan melarutkan di air serbuk kalium permanganat hingga berwarna pink keunguan. Jika kita taruh potongan bahan makanan (mis: tahu atau makanan lainnya) kedalamnya, jika warna pink keunguan hilang (berkurang), ada kemungkinan ada komponen formalin.
Formalin memiliki efek yang berbahaya bagi tubuh bila sampai terkonsumsi oleh tubuh. Lee, et all (1978) mengemukakan bahwa efek jangka pendek dari mengkonsumsi formalin antara lain terjadinya iritas pada saluran pernafasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakar pada tenggorokan. Efek jangka panjangnya adalah terjadinya kerusakan organ penting seperti hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal.

B.     Uji Boraks pada Bakso dan Siomay
Hasil dari praktikum uji borak pada bakso dan siomay dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji boraks pada bakso dan siomay
No.
Sampel
Perlakuan Uji
Reaksi
Hasil
1.
Bakso
Ditambahkan larutan etanol kemudian sampel dibakar menggunakan korek api
Sampel yang dibakar menimbulkan nyala api
+
2.
Siomay
Ditambahkan larutan etanol kemudian sampel dibakar menggunakan korek api
Sampel yang dibakar menimbulkan nyala api
+
Keterangan : + = positif mengandung boraks

Pada uji boraks, sampel bakso dan somay juga dinyatakan positif atau mengandung boraks karena melalui indentifikasi boraks dengan cara memberikan larutan etanol pada bakso/somay kemudian dibakar dengan menggunakan korek api, bakso/somay tersebut menimbulkan nyala api yang berwarna kehijaun, hal tersebut membuktikan bahwa bakso/somay tersebut mengandung boraks. Yellashakti (2008) mengemukakan bahwa uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakan menghsilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks.
Penggunaan boraks pada produk pangan sebenarnya sangat tidak dianjurkan karena dapat berakibat fatal pada kesehatan tubuh yang mengonsumsinya. Meskipun boraks dilarang penggunaannya tetapi di kalangan industri kecil maupun besar tidak mempedulikan hal tersebut. Vepriati (2007) mengemukakan bahwa meskipun bukan pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan.













V.                PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1.      Hasil uji formalin pada bakso dan siomay dapat diketahui dengan cara memberikan larutan formaldehid pada sampel bakso/siomay.
2.      Hasil uji boraks pada bakso dan siomay dapat diketahui dengan cara memberikan larutan etanol pada sampel bakso/siomay kemudian membakar sampel bakso/siomay sehingga menimbulkan nyala api pada sampel tersebut

B.     Saran
Semoga hasil dari penelitian ini bisa dijadikkan bahan pertimbangan bagi masyarakat yang mengkonsumsi  dan juga bisa lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. Tentunya laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul laporan ini.










DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2006.  Formalin bukan formalitas. Buletin CP. Edisi Januari 2006). Hal 1-3.

Anonimous, 2012. Pengertian bakso dan cara membuat bakso, (online), (http://www.geoklik.com/pengertian-bakso-dan-cara-membuat-bakso/290/. diakses tanggal 22 April 2013).

Didinkaem, 2007. Bahan beracun lain dalam makanan. Pikiran Rakyat, 26 Januari

Gazette, P. 2003. Thailand crackdown on hazardous food additives, (online), http://www.thaivisa.com/index.php? 514 &backPID=10&tt_news=291, diakses tanggal 19 Maret 2013.

Groliman, A. 1962. Pharmakology and theyrapetics, Edisi ke- 5, Lea dan Febiger, Philadelphia. 

Keju, 2012. Isi kandungan gizi bakso – komposisi bakso. (online). (http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses tanggal 24 April 2013).

Keju, 2012. Isi kandungan gizi siomay – komposisi bakso. (online). (http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses tanggal 27 April 2013).

Khamid. 2006. Pengawetan pangan/makanan dengan teknik alami. (online), (http://www.himasaifi.com/2010/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_12 html, Diakses 24 April 2013).

Lee, L.P., Sherins, R.J. and Dixon, R.L. 1978.  Edevence for induction of germinal aplasia in male rats by environmental exposure to boron.  Toxicol.  Aplly.  Phamacol. 45577590.

Moffat, A. C. (1986). Clarke’s isolation and identification of drugs. Edisi           2. London. The Pharmaceutical Press. Hal. 420-421, 457-458, 849, 932-933.Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003

Rahayu, W.P. 2000. Aktivitas antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri patogen dan perusak. Buletin Teknologi Industri Pangan 11(2): 42-47.

Vepriati, 2007. Dasar teknologi pembuatan dendeng dan bakso. Universitas Sebelasmaret. Surakarta.

Wikipedia, 2012. Siomay, (online). ( http://id.wikipedia.org/wiki/Siomai, Diakses tanggal 23 April 2013)

Winarno FG, Rahayu TS. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 1994.

Winarno dan Rahayu, 2004. Formalin, (online),  (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22567/4/Chapter%20II. Pdf. diakses pada Tanggal 24 April 2013).

Winarno, F. G. 1997. Keamanan pangan, Naskah Akademis Institut Pertanian Bogor. Bogor

Yellashakti, 2008. Uji nyala sampel boraks, (online). (yellashakti.wordpress.com/2008/12/17/uji-nyala-sampel-boraks/, Diakses tanggal 25 April 2013).

Yuliarti, N. (2007).  Awas! Bahaya di balik lezatnya makanan. Yogyakarta














0 komentar:

Posting Komentar

 

Mine^^ Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review