I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan
pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan
kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan
tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan
harga yang relative murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan
pangan yang berarti meningkatnya konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.
Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek bahan
pangan yang memberikan cita rasa yang enak, tetapi lebih dari itu masyarakat
telah tertarik pada hal-hal yang dimana bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi,
baik dalam hal cita rasa maupun komposisi penyusun dari makanan itu sendiri.
Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen.
Dampak penggunaannya dapat berupa positif maupun negative bagi masyarakat.
Penyimpanan dan penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya
generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa.
Saat ini, bahan tambahan pangan sulit untuk kita hindari
karena kerap terdapat dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari,
khususnya makanan olahan. Apalagi penggunaan bahan tambahan makanan yang
melebihi batas maksimum penggunaan dan bahan tambahan kimia yang dilarang
penggunaannya (berbahaya) yang kerap menjadi isu hangat di masyarakat. Sama
halnya seperti bahan pengawet lainnya, bahan tambahan pangan seperti formalin
dan boraks merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam makanan
namun keberadaannya di sekitar kita sudah tidak dapat dihindari karena begitu
banyaknya produsen yang dengan sengaja menggunakan formalin dan boraks dalam
mengolah produksi pangan misalnya seperti produk olahan daging yakni bakso
maupun siomay, guna tujuan tertentu tanpa memperdulikan dampak yang akan
ditimbulkan.
B.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin
dicapai dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :
a.
Mahasiswa diharapkan mampu
mengidentifikasi kandungan formalin dan boraks yang ada pada bakso.
b.
Mahasiswa diharapkan mampu
mengidentifikasi kandungan formalin dan boraks yang ada pada siomay.
Manfaat
diadakannya praktikum ini adalah memberikan informasi tentang kandungan
formalin dan boraks yang ada pada olahan produk ternak yaitu bakso dan siomay.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Bakso
Bakso adalah suatu
makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari tepung dan daging. Untuk menambah
selera dan rasa, biasanya
makanan ini disajikan dengan tambahan kuah dan mie(Anonimous, 2012).
Bakso mengandung
energi sebesar 190 kilokalori, protein 10,3 gram, karbohidrat 23,1 gram, lemak
6,3 gram, kalsium 35 miligram, fosfor 0 miligram, dan zat besi 6,75
miligram. Selain itu di dalam Bakso juga terkandung vitamin A sebanyak 0
IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 4 miligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan penelitian terhadap 250 gram Bakso, dengan jumlah yang
dapat dimakan sebanyak 100 %(Keju, 2012)
B. Siomay
Siomai atau siomay adalah salah satu jenis dim sum. Dalam bahasa Mandarin,
makanan ini disebut shaomai, sementara dalam bahasa Kanton
disebut siu maai(Wikipedia, 2012)
Siomay adalah makanan dengan siraman
bumbu kacang yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Siomay
mengandung energi sebesar 162 kilokalori, protein 7,5 gram, karbohidrat 24,4
gram, lemak 3,8 gram, kalsium 3,56 miligram, fosfor 0 miligram, dan zat besi 2,41
miligram. Selain itu di dalam Siomay juga terkandung vitamin A sebanyak 0
IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut
didapat dari melakukan penelitian terhadap 170 gram Siomay, dengan jumlah yang
dapat dimakan sebanyak 100 % (Keju,2012).
C. Boraks
Bahan kimia berbahaya lain yang sering digunakan pada
produk olahan pangan adalah boraks. Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O
serta asam borat yang tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya digunakan dalam
industri nonpangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu, dan produk
antiseptik toilet (Didinkaem, 2007). Di industri farmasi, boraks digunakan
sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut,
semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan industri tersebut tidak boleh
diminum karena beracun (Winarno, 1997).
Asam boraks
merupakan asam lemah dengan garam alkalinya
bersifat basa, mempunyai bobot molekul 61,83 berbentuk serbuk halus
kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak
manis. Baik
boraks ataupun asam borat memiliki khasiat antiseptika (zat yang menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya
dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci
mata. Boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet
kayu dan antiseptik kayu (Khamid, 2006).
Asam borat dapat
dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada boraks. Larutannya
dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang dikenal sebagai boorwater.
Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung dan salep luka
kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada bekas luka
luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Winarno dan Rahayu, 1994).
Meskipun bukan
pengawet makanan, boraks sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks
sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie
basah, pisang molen, siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan
untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih
kenyal dan memperbaiki penampilan makanan (Vepriati, 2007).
Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui
apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena
sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan
warna nyala boraks asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk boraks
murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakan
menghsilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung
boraks(Yellashakti, 2008).
D.
Formalin
Formaldehid (HCOH)
merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul 30,03 yang pada suhu kamar dan
tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna, berbau pedas (menusuk)
dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah
larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Penyimpanan
dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada
suhu diatas 20°C (Ditjen POM, 1979). Formalin sudah sangat
umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar,
formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau
pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai,
kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan
kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea,
bahan pembuat produk parfum, pengawet bahan kosmetika, pengeras kuku. Formalin
boleh juga dipakai sebagai bahan pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang
industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (polywood). Dalam kosentrasi yang sangat
kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen
seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat
sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Produsen sering
kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan
tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi
konsumen yang memakannya. Beberapa
penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam
dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna.
Penelitian lainnya menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan),
sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui
hirupan (Yuliarti, 2007).
Uap formalin sangat iritatif, dapat menyebabkan rasa yang
menyengat dan rasa menusuk dalam hidung dan menyebabkan keluarnya air mata.
Formalin sangat cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan dan juga paru-paru.
Formalin yang masuk melalui saluran pernafasan menyebabkan bronkitis,
pneumonitis, kerusakan ginjal, dan penekanan susunan saraf pusat (Groliman,
1962).
Efek formalin jika tertelan menyebabkan gangguan
pencernaan, asidosis yang kuat, karena formalin dalam tubuh mengalami
metabolisme menjadi asam formiat, karbondioksida, metanol, dan dalam bentuk
metabolit HO-CH2 alkilasi (Theines dan Halley, 1955). Formalin juga
dapat menyebabkan sakit perut, mual, muntah, diare, bahkan kematian jika
dikonsumsi pada jumlah yang melewati ambang batas aman (Gazette, 2003).
Efek jangka pendek dari mengkonsumsi formalin antara lain terjadinya iritas
pada saluran pernafasan, muntah-muntah, pusing, dan rasa terbakar pada
tenggorokan. Efek jangka panjangnya adalah terjadinya kerusakan organ penting
seperti hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan
ginjal (Lee, et all 1978).
Batas normal tubuh dapat menetralisir formalin dalam tubuh melalui konsumsi
makanan adalah 1,5 sampai 14 mg setiap harinya. Mengkonsumsi secara terus
menerus dan dalam skala cukup tinggi dapat menyebabkan mutasi genetik yang
berakibat pada meningkatnya kemungkinan terkena kanker (Anonim, 2006). The
United States Environmental Protection Agency (USEPA) yang merupakan salah satu
badan perlindungan makanan dunia menetapkan nilai ADI (Acceptable Daily Intake)
formalin sebesar 0,2 mg/kg berat badan.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal 19 April 2013 pukul 10.00-10.30 WITA di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Haluoleo, Kendari.
B.
Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan
Kegunaan yang digunakan pada praktikum uji formalin dan uji boraks pada bakso
dan somay
No.
|
Alat
|
Kegunaan
|
1.
|
Pipet
Tetes
|
Untuk memindahkan sejumlah cairan.
|
2.
|
Wadah
Plastik
|
Untuk menyimpan larutan dalam praktikum ini larutan
formalin
|
3.
|
Labu
Takar
|
Untuk mendapatkan larutan zat tertentu yg nantinya hanya
digunakan dlm ukuran yg terbatas hanya sbg sampel dgn menggunakan pipet.
|
4.
|
Cawan
Porselen
|
Untuk meletakkan objek yang akan di amati
|
5.
|
Cutter/pisau
iris
|
Untuk mengiris objek yang akan diamati
|
6.
|
Korek
Api
|
Untuk membakar saat uji boraks
|
Bahan yang
digunakan pada Praktikum Uji Formalin dan Boraks yang Terkandung pada Bakso dan
Somay dapat dilihat pada Tabel 2.
No.
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1.
|
Bakso
|
Sebagai objek yang akan diamati
|
2.
|
Siomay
|
Sebagai objek yang akan diamati
|
3.
|
Larutan Formaldehid
|
Sebagai larutan untuk menguji kadungan formalin pada
makanan
|
4.
|
Larutan KMNO4
|
Sebagai larutan untuk menguji kadungan formalin pada
makanan
|
5.
|
Larutan Etanol
|
Sebagai larutan untuk menguji kadungan boraks pada makanan
|
C.
Prosedur Kerja
1. Uji formalin pada bakso dan somay
1. Mengambil larutan formalin yang
ada pada wadah plastic dengan menggunakan pipet tetes
2. Meneteskan larutan formalin
tersebut pada bakso/somay yang ada di cawan porselen
3.
Menunggu beberapa saat sambil mengamati perubahan yang terjadi baik
perubahan pada bakso/somay maupun pada larutan tersebut
4. Mencatat hasil pengamatan
berdasarkan pengamatan yang dilakukan
2. Uji boraks pada bakso dan somay
1. Mengambil larutan
etanol yang ada pada labu takar dengan menggunakan pipet tetes
2. Meneteskan larutan tersebut
pada bakso/somay yang ada di cawan porselen
3. Bakso/somay yang telah diberikan larutan etanol
di bakar menggunakan korek api
4. Menunggu beberapa saat sambil mengamati
perubahan yang terjadi, baik perubahan pada bakso/somay maupun api yang
membakar bakso tersebut
5. Mencatat hasil pengamatan berdasarkan
pengamatan yang dilakukan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Uji Formalin pada Bakso dan Siomay
Hasil dari
praktikum uji formalin pada bakso dan siomay dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji formalin pada bakso dan siomay
No.
|
Sampel
|
Perlakuan
Uji
|
Reaksi
|
Hasil
|
1.
|
Bakso
|
Ditambahkan larutan
formaldehid
|
Terjadi perubahan
warna dari larutan formaldehid, yang sebelmunya berwarna ungu setelah beberapa
saat berubah menjadi bening.
|
+
|
2.
|
Siomay
|
Ditambahkan larutan
formaldehid
|
Terjadi perubahan
warna dari larutan formaldehid, yang sebelmunya berwarna ungu setelah
beberapa saat berubah menjadi bening.
|
+
|
Keterangan : + = positif mengandung
formalin
Pada uji formalin sampel Bakso dan Somay dinyatakan
positif atau mengandung formalin karena melalui identifikasi formalin dengan
cara memberi larutan formalin pada sampel bakso atau siomay, yang sebelumnya
larutan formalin berwarna ungu setelah beberapa saat dilakukan tindakan
tersebut larutan tersebut berubah menjadi bening hal tersebut menunjukkan bahwa
bakso dan siomay tersebut mengandung formalin. Satyasembiring (2007)
mengemukakan bahwa Adanya formalin atau tidak dalam makanan bisa dengan tes
kalium permanganate (KMnO4, kadang disebut PK, singkatan Permanganas Kalikus,
warna serbuk ungu metalik kehitaman dapat dibeli diapotik). Uji ini cukup
sederhana. Dengan melarutkan di air serbuk kalium permanganat hingga berwarna
pink keunguan. Jika kita taruh potongan bahan makanan (mis: tahu atau makanan
lainnya) kedalamnya, jika warna pink keunguan hilang (berkurang), ada kemungkinan
ada komponen formalin.
Formalin memiliki
efek yang berbahaya bagi tubuh bila sampai terkonsumsi oleh tubuh. Lee, et
all (1978) mengemukakan bahwa efek jangka pendek dari mengkonsumsi
formalin antara lain terjadinya iritas pada saluran pernafasan, muntah-muntah,
pusing, dan rasa terbakar pada tenggorokan. Efek jangka panjangnya adalah
terjadinya kerusakan organ penting seperti hati, jantung, otak, limpa,
pankreas, sistem susunan saraf pusat, dan ginjal.
B.
Uji Boraks pada Bakso dan Siomay
Hasil dari
praktikum uji borak pada bakso dan siomay dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji boraks pada bakso dan siomay
No.
|
Sampel
|
Perlakuan
Uji
|
Reaksi
|
Hasil
|
1.
|
Bakso
|
Ditambahkan larutan
etanol kemudian sampel dibakar menggunakan korek api
|
Sampel yang dibakar
menimbulkan nyala api
|
+
|
2.
|
Siomay
|
Ditambahkan larutan
etanol kemudian sampel dibakar menggunakan korek api
|
Sampel yang dibakar
menimbulkan nyala api
|
+
|
Keterangan : + = positif mengandung
boraks
Pada uji boraks,
sampel bakso dan somay juga dinyatakan positif atau mengandung boraks karena
melalui indentifikasi boraks dengan cara memberikan larutan etanol pada
bakso/somay kemudian dibakar dengan menggunakan korek api, bakso/somay tersebut
menimbulkan nyala api yang berwarna kehijaun, hal tersebut membuktikan bahwa
bakso/somay tersebut mengandung boraks. Yellashakti (2008) mengemukakan bahwa uji
nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan
terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan
dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks
asli. Tentu sebelumnya telah diketahui bahwa serbuk boraks murni dibakar
menghasilkan nyala api berwarna hijau. Jika sampel yang dibakan menghsilkan
warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks.
Penggunaan boraks
pada produk pangan sebenarnya sangat tidak dianjurkan karena dapat berakibat
fatal pada kesehatan tubuh yang mengonsumsinya. Meskipun boraks dilarang penggunaannya
tetapi di kalangan industri kecil maupun besar tidak mempedulikan hal tersebut.
Vepriati (2007) mengemukakan bahwa meskipun bukan pengawet makanan, boraks
sering pula digunakan sebagai pengawet makanan. Boraks sering disalahgunakan
untuk mengawetkan berbagai makanan seperti bakso, mie basah, pisang molen,
siomay, lontong, ketupat dan pangsit. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks
juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki
penampilan makanan.
V.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil uji formalin pada bakso dan siomay dapat diketahui
dengan cara memberikan larutan formaldehid pada sampel bakso/siomay.
2. Hasil uji boraks pada bakso dan siomay dapat diketahui dengan
cara memberikan larutan etanol pada sampel bakso/siomay kemudian membakar
sampel bakso/siomay sehingga menimbulkan nyala api pada sampel tersebut
B.
Saran
Semoga hasil dari
penelitian ini bisa dijadikkan bahan pertimbangan bagi masyarakat yang
mengkonsumsi dan juga bisa lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang
akan dikonsumsi. Tentunya laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul laporan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2006. Formalin bukan formalitas. Buletin CP. Edisi
Januari 2006). Hal 1-3.
Anonimous, 2012. Pengertian bakso dan cara membuat bakso, (online),
(http://www.geoklik.com/pengertian-bakso-dan-cara-membuat-bakso/290/.
diakses tanggal 22 April
2013).
Didinkaem,
2007. Bahan beracun lain dalam makanan. Pikiran Rakyat, 26 Januari
Gazette, P. 2003. Thailand crackdown on hazardous food
additives, (online), http://www.thaivisa.com/index.php? 514 &backPID=10&tt_news=291,
diakses tanggal 19 Maret 2013.
Groliman, A. 1962. Pharmakology and theyrapetics, Edisi ke- 5, Lea dan
Febiger, Philadelphia.
Keju, 2012. Isi kandungan gizi bakso – komposisi bakso.
(online). (http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html.
Diakses tanggal 24 April 2013).
Keju, 2012. Isi kandungan gizi siomay – komposisi bakso.
(online). (http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html.
Diakses tanggal 27 April 2013).
Khamid. 2006. Pengawetan
pangan/makanan dengan teknik alami. (online), (http://www.himasaifi.com/2010/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_12 html, Diakses 24 April 2013).
Lee,
L.P., Sherins, R.J. and Dixon, R.L. 1978.
Edevence for induction of germinal aplasia in male rats by environmental
exposure to boron. Toxicol. Aplly.
Phamacol. 45577590.
Moffat, A. C. (1986). Clarke’s
isolation and identification of drugs. Edisi 2.
London. The Pharmaceutical Press. Hal. 420-421, 457-458, 849,
932-933.Ngadiwaluyo dan Suharjito, 2003
Rahayu, W.P. 2000. Aktivitas
antimikroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri
patogen dan perusak. Buletin Teknologi Industri Pangan 11(2): 42-47.
Vepriati, 2007. Dasar teknologi pembuatan dendeng dan bakso.
Universitas Sebelasmaret.
Surakarta.
Wikipedia, 2012. Siomay, (online).
( http://id.wikipedia.org/wiki/Siomai, Diakses tanggal 23 April 2013)
Winarno
FG, Rahayu TS. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 1994.
Winarno dan Rahayu, 2004. Formalin, (online), (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22567/4/Chapter%20II. Pdf. diakses pada Tanggal 24 April 2013).
Winarno, F. G. 1997. Keamanan pangan, Naskah Akademis Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Yellashakti, 2008. Uji
nyala sampel boraks, (online). (yellashakti.wordpress.com/2008/12/17/uji-nyala-sampel-boraks/,
Diakses tanggal 25 April 2013).
Yuliarti, N. (2007).
Awas! Bahaya di balik lezatnya makanan. Yogyakarta